Langsung ke konten utama

Hooman - Cat Relationship #1

// 1 Tentang Menerima

"Meong", suara kucing terdengar. Satu demi satu kamar kos kosan dia memeriksa. Seperti mencari sesuatu. Kita saling lihat. Saya tidak acuh. Kalau yang dia cari tidak ditemukan, dia pergi. Capek tidak diacuhkan kosan, akhirnya kucing itu pergi.

Kucing itu berwarna kuning emas. Usianya terlihat masih muda karena badannya yang masih pendek, tapi tidak kecil. Badannya bersih. Ia kelihatan sehat.

Saya pikir cuma sekali dua kali dia mampir. Ternyata, beberapa hari berlalu ia tetap rutin menghampiri. Kita, anak kosan yang tidak terlalu terganggu sebenarnya, mulai gatal dengan kucing kuning itu. Satu dua mulai berani mendatangi kucing itu. Kucing itu awalnya ragu, tapi pada akhirnya ia tidak melawan. Kepalanya digelitik, badannya diusap. Sepertinya ia menikmati.

Beberapa hari berlalu, mulai terlihat perubahan badan kucing tersebut. Ia mulai terlihat kurus. Tulangnya perlahan kelihatan.  Ia kehilangan semangat. Bulunya mulai rontok. Saya pikir, ada yang tidak beres dengan kucing ini. Saya kasihan.

Satu dua hari setelah apa yang saya amati, saya berniat membelikannya makanan kucing. Tapi selalu, ketika di kosan saya pikir, nanti sajalah sekalian keluar, tapi ketika di luar kosan saya malah lupa untuk sekalian membelikannya makan. Sampai suatu malam ketika ia datang, saya mulai merasa gelisah. Saya pergi keluar kosan, menyalakan motor, khusus untuk membelikan kucing itu makan.

Sepulangnya membelikan makanan, saya tidak melihat kucing itu lagi. Ia sudah pergi. Saya khawatir, ke mana kucing ini? Ah, paling besok datang lagi.

Benar. Besoknya kucing itu datang lagi. Saya yang melihatnya langsung dengan sigap mengambil makanan kucing. Membuka bungkusnya lalu mengeluarkan isinya, memberi satu suapan tangan makanan untuk kucing itu. Senang sekali kelihatannya.

Beberapa hari berlalu, kucing itu selalu datang ke kamar saya. Sore sehabis maghrib. Jadwalnya begitu. Setiap kali ia datang, saya berikan makan. Badannya kembali berisi. Semangatnya mulai tumbuh. Saya bersyukur. Saya senang.

Suatu hari saya melihat ada bulu halus di depan kamar, berwarna putih. Wah, tumben ada bulu itik yerbang ke kamar, pikirku awalnya. Tapi perasaan itu mulai berubah ketika saya melihat bulu-bulu yang lain.

Perasaan saya tidak enak. Saya coba periksa di sekitar lantai dua. Ada bercak darah. Ah, ini tidak benar pikirku. Saya terkejut. Si kucing oren dengan bahagianya sedang bermain dengan bangkai ayam ras kecil. Aduh, bagaimana ini? Saya bingung.

Beberapa hari yang lalu anak-anak kecil di bawah kos sedang hobi dengan mainan anak ayam ras kecil. Mereka merawatnya. Sesekali dilepas lalu ditangkap lagi. Asik sekali melihatnya. Tapi sekarang tidak asik lagi.

Di titik itu saya bingung. Apakah saya yang bertanggung-jawab atau tidak. Kucing kuning itu saya beri makan karena kasihan. Lihat kondisinya. Tapi saya sama sekali tidak berniat memilikinya. Lalu kalau bukan saya yang bertanggung jawab, lantas siapa pikirku. Kalaupun mau tanggung jawab, gimana cara jelasin ke adek-adeknya? Saya tidak kenal mereka.

Saya mengambil keputusan dengan merasa bersalah. Biarlah, saya bersihkan kosan karena itu tempat saya tinggal. Kucing itu biarlah, saya tidak tau menau soal ayam itu. Kejadian itu saya anggap sebagai hal yang natural.
//

Dari pengalaman ini saya belajar bahwa saya mestinya saya tegas dengan perasaan. Ketika ingin membantu, lihat apa yang ingin dilakukan. Apakah bantuan itu layak diberikan oleh saya. Apa konsekuensi bantuan itu? Apakah mau bertanggungjawab?

Seekor kucing tentunya akan menganggap orang yang memberinya makan sebagai tuan. Saya tidak berpikiran seperti itu sebelumnya. Berikan saja. Ternyata tidak. Ada konsekuensinya.

Sejak saat itu, sebelum saya berbuat saya berpikir dulu. Ketika saya berbuat, saya berbuat sebagai apa? Mampukah menerima?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gimana sih caranya manajemen kerja multitasking?

Wah, kalo udah ngobrolin multitasking pasti pikirannya ribet. Otak manusia memang ga dirancang untuk mengerjakan beberapa pekerjaan sekaligus. Tapi sebagai seorang pegawai sering banget ga sih dapet tugas lebih dari satu? Kalo atasan kamu ngasih kamu beberapa pekerjaan sekaligus, berarti dia percaya sama kamu dan yakin kamu bisa handle pekerjaan tersebut sekaligus. Kecuali kalo udah kebablasan banget yaa. Dikasi pekerjaan prioritas semua nggak bener juga siih. Sebenernya banyak banget niih tools yang bisa dipake biar kerjaanmu yang multitasking itu bisa kelar dan rapi. Kuncinya adalah bagaimana kamu mengelola. Misalnya niih kamu di Kemitraan. Ga mungkin kan kamu cuma ngelola data satu kemitraan aja. Kamu perlu mengelola seluruh data mitra yang sebenarnya itu jenisnya sama aja. Misalnya, seluruh mitra pasti punya: Nama Mitra, nama owner, lokasi, email, dan nomor telepon. Nah, buat awal kamu bikin dulu aja tabelnya. Misalnya gini: Kenapa sih harus ribet bikin tabel beginian? Kaga ribet c...

Tetaplah Menjadi Dirimu

Jangan biarkan kebaikanmu mengubahmu. Jangan karena hatimu sanggup menerima sikap yang tidak pantas lantas menganggapnya sebagai hal yang wajar. Hatimu yang lapang, jiwa mereka yang tercemar. Biarlah hatimu tetap lapang di tengah hiruk pikuk yang sesak. Biarlah dunia hiruk pikuk sesak, tapi hatimu lapang. Dilapangkan oleh Allah. Inilah bentuk rezeki yang Allah kasih. Maka terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah kamu bersyukur.

Sebentar Lagi Allah Ganti

Pagi itu di bawah pendopo SMAN 1 Padang Panjang kami duduk melingkar bercerita tentang banyak hal. Cahaya matahari terang dan angin sejuk berhembus menembus baju pramuka berlengan panjang. Ustad Nasution, seorang dengan wajah teduh dan senyum yang tidak pernah lepas dari wajahnya. Berpeci hitam berpakaian rapi. Kedua tangannya bersandar pada kursi. Kakinya bergoyang goyang ke depan dan belakang karena tidak dapat menjangkau lantai. Tenggeran kaki pun tidak ada. Kami di sekeliling beliau mengamati, memperhatikan beliau dengan antusias. Saling menimpali, saling jawab dan diskusi. Beliau bercerita tentang Iman, Islam, dan Ihsan. "Allah itu tidak pernah salah memberikan rezeki. Ia memberikan rezeki dengan jumlah yang tepat dan waktu yang tepat. Perhitungan Allah itu sangat cepat. Percayalah dengan takdir Allah", katanya. Beliau tiba-tiba mengambil sepatunya. Sepatu pantofel - yang terkadang dibuat menggunakan kulit buaya- hitam mengkilat. Sudah dipersiapkan dari pagi, disemir sup...